Dunia hayal MOMO

Mari masuki dunia hayal MOMO !!!

Aku tidak pernah mengerti apa itu cinta, bagiku cinta adalah ilusi. Ilusi yang hanya ada pada cerita – cerita dongeng atau roman – roman picisan. Cinta hanyalah perasaan tidak nyata, aku tidak pernah percaya bagaimana seseorang bisa jatuh cinta pada lawan jenis dengan perasaan yang begitu dilebih – lebihkan, bagiku hal itu tidak masuk akal. Sampai aku bertemu dengan seseorang, yang langsung mematahkan semua teoriku tentang cinta.
Danu menepuk bahuku, yang langsung membuyarkan lamunanku. “Hey bengong aja !!, kemarin ayam tetangga gue mati loh gara – gara bengong!!”.
“Hu.. lawakan lama!!” Semburku, meninju bahunya.
Apa dia seseorang itu???!!!, tentu saja bukan. Danu memang sohib terdekatku tapi bukan dia yang berhasil meluluhkan hati batuku. Ah membayangkannya saja aku geli…
“Sar, soal proposal Bazar kita bagaimana? sudah loe revisi?”. Rifky muncul tepat dibelakang Danu, membuatku ku terkesiap dan reflek memandang wajahnya, ada perasaan aneh yang menjalari dada ini saat memandangnya.
“Sudah, gw sudah taruh di ruangan BEM. Tinggal loe periksa dan tanda tangan.” Jawabku berusaha menutupi wajah yang mungkin memerah saat memandang matanya yang meneduhkan.
“Oh, baguslah. loe memang orang paling gue andalkan.” Dia tersenyum, hatiku langsung berdesir, senyumnya manis sekali. “By the way, gue lihat tugas Pa Rahmat donk, gue bingung nih, soalnya susah banget. Gue mau nyocokin jawaban gue sama jawaban loe.”
“Iya gue juga, gue gak yakin sama jawaban gue nih.” Danu langsung menimpali dengan semangat.
“Bilang aja kalian mau nyalin tugas gue, pake bilang nyocokin segala. Emang gue gak tahu kalian semalaman begadang nonton bola, ngaca tuh! Kantung mata udah segede jengkol gitu!”. Danu dan Rifky nyengir mendengar omelanku dan langsung pergi membawa kertas tugasku siap “menyocokan”. Aku mendengus kesal pada tingkah mereka berdua.

Ini adalah tahun ketigaku sejak menjadi mahasiswa di perguruan tinggi yang berkonsentrai pada ilmu Teknologi Informasi. Kampusku memakai system paket jadi mahasiswa di kelompokan dalam satu kelas dan mengambil sepaket sks yang sudah di tentukan oleh kampus. Kelasku selama tiga tahun ini pun tak pernah berubah, bisa dibilang kami teman sekelas yang tak terpisahkan. Aku mengambil jurusan Teknik Informatika. Bisa di tebak di jurusan ini memang populasi perempuan amat sangat sedikit, di kelasku saja dari 48 mahasiswa hanya 6 orang diantaranya yang berjenis kelamin wanita. Para perempuan ini pun bisa di bilang tidak “100 % cewek”.
Selain sahabatku Ira yang memang sangat memperhatikan penampilan girlienya walaupun memliki hoby yang extreme yaitu panjat tebing. 4 cewek lainnya hampir susah di tebak dia cewek atau cowok. Sedangkan aku sendiri walaupun tidak tomboy tapi penampilanku amat sangat sederhana, “selera fashion rendah” begitulah Ira jika mengomentari penampilanku yang hanya memanfaatkan isi lemariku tanpa harus repot – repot berburu pakaian dari majalah cewek bulanan.
Aku tidak mungkin senyaman ini berada di kelas kalau bukan karena Rifky yang membantuku untuk lebih percaya diri dan selangkah demi selangkah memperbaiki cara pergaulanku yang kaku.
Aku memandangi Rifky yang tengah sibuk menyalin tugasku dari sudut mejaku. Aku hanya berani memandangnya dari jauh sperti ini. Betapa dia begitu mengagumkan dimataku. Bagiku dia adalah orang yang paling berjasa dalam hidupku. Awalnya, saat aku pertama kali masuk sebagai mahasiswa baru, aku kikuk sekali waktu itu, karena memang sifatku sulit untuk bergaul. Aku tidak mudah dapat langsung berdaptasi dengan lingkungan baru dan orang – orang baru.
Tapi dia tanpa rasa canggung menyapaku dan duduk di sebelahku dia menceritakan bagaimana dia bisa masuk di kampus ini. Anehnya, akupun meresponnya, kami mengobrol seolah – olah kami telah lama saling mengenal, padahal waktu itu kami bahkan tidak tahu nama masing masing. Selanjutnya hari – hari di kelas baruku berjalan dengan lancar. Aku tidak lagi kesulitan untuk bergaul karena dia membantuku sehingga aku dapat langsung cepat akrab dengan teman baruku.
Saat itu aku tidak menyadari perasaan yang merayupi dadaku terhadapnya. Bila dipir – pikir wajar saja bila aku mengaguminya. Dia memiliki wajah yang tampan, putih, bersih, berbadan tegap. Satu catatan penting tentangnya dia amat popular. Dia adalah ketua senat di kampus kami, dengan wajah yang tampan itu dan aura kepemimpinan yang terpancar di dirinya perempuan mana yang tak terpesona olehnya. Termasuk aku. Aku hanya mengagumi tidak lebih.
Sampai suatu saat. Ketika dia terpilih menjadi ketua senat, dia menunjukku untuk dijadikan ketua salah satu unit kegiatan mahasiswa yang nasibnya terancam untuk di cabut statusnya karena krisis kepengerusan. Mungkin otaknya mengalami kerusakan saat dia memilihku, padahal aku adalah anggota paling pendiam di BEM, aku tidak pernah berdebat, bahkan rapatpun aku jarang ikut serta aku hanya hadir saat ada yang membutuhkan ku untuk membantu. Karena itu pula semua anggota terheran – heran melihatku di tunjuk sebagai ketua, aku lebih kaget lagi dan langsung mengkonfrontir rifky akan sikap absolutnya. Para dewan penasehat mulai memprotes dan menolak ku sebagai ketua, tapi rifky bersikeras dia bahkan membelaku habis – habisan di depan sidang. Perempuan mana sih yang tidak terharu bila di bela seperti itu??. Saat itulah perasaan yang aku rasakan mulai berbeda terhadapnya.
***
“Sudahlah Sar, tunggu apa lagi kenapa loe gak langsung tembak saja dia” Ira tiba – tiba muncul saat aku sedang asik membuat proposal di laptopku.
“Apa sih makudmu?”
“Pake Tanya lagi, loe naksir kan sama Rifky.”
Aku langsung memerah dan tergagap menghadapi pertanyaanya, “A…apa… ba..gaimana….”
“Gak usah di tutupi deh Sar, dari cara loe mandang Rifky aja gue udah tahu kalau loe tuh naksir sama dia.”
Aku menunduk mengakui. Ira nyengir memandangku. “ Gue tahu perasaan loe pasti sekarang kalut banget coz loe pengen tahu kan perasan rifky terhadap loe seperti apa.”
Aku mengangguk.
“Makanya, ungkapakan perasaan loe pada Rifky”. Ira menatapku, tatapan semangat bercampur provokasi.
“Gue bukan loe Ra, loe bisa gebet cowok mana aja yang loe mau. Gue gak secantik loe. Gue gak siap kalau harus di tolak, lagian Rifky kan udah punya cewek, dan ceweknya selevel sama dia. Cantik, pintar dan aktifis sejati” Aku membayangkan Desi mahasiswi di salah satu unversitas di kota kami. Dia dan Rifky sudah berpacaran sejak mereka duduk di bangku SMA.
“Aduh Sar, berapa kali sih gue harus bilang ke loe kalau cewek itu bukan dilihat dari kecantikan fisiknya, tapi inner beauty yang terpancar pada dirinya. Dan loe punya itu. Inget loe kan ketua UKM…” Aku mulai membantah. Setiap mendengar kata ‘ketua’ aku selalu bereaksi panic. Posisi itu sangat membuatku tertekan. “Dan satu informasi buat loe”. Ira mengibaskan rambutnya tidak memedulikan pembantahanku. “Rifky sudah putus dari pacarnya.”
Apa….????!!!! Aku tidak menyangka, Rifky dan Desi putus! Padahal ku pikir mustahil sekali mereka putus, mengingat usia pacaran mereka sudah tiga setengah tahun, dan mereka serasi sekali. Oh Tuhan… Aku tak menyangka doaku dapat terkabul (agak jahat sih… he..).
“Bagaimana loe bisa tahu?” tanyaku pada Ira.
“Kamu ini anak organisasi yang gak up to date tahu gak.” Dia menepuk – nepuk kepala ku. “Itu berita udah basi jeng, udah tiga bulan ini mereka break, hubungan mereka memang sudah renggang dari tahun kemarin. Kabarnya si cewek berpaling ke cowok lain yang lebih qualified di bandingkan Rifky, cowok yang mapan dan bergelar master manajemen.”
Aku bengong, sulit sekali mencerna fakta ini. Ira menyentuhkan tangannya ke daguku mendorongnya hingga mulutku tertutup rapat. “Jadi, kau mau menggantikan posisi Desi?, just say you love him”
Aku tahu Rifky, dia bukan tipe cowok yang mudah terpikat atau mendekati cewek lain hanya karena dia baru putus dan mengubah status jomblonya. Penilaianku tetap sama dia tak suka tipe cewek minder sperti aku.
Saat aku sedang menuju ke kelas berikutnya, aku melihat Rifky sedang asik berbicara dengan seorang cewek, Ketika aku mendekat barulah aku tahu bahwa cewek itu adalah Desi, tiba – tiba saja dadaku menjadi panas dan hatiku pedih, jatuh cinta ternyata memang sakit, bertambah perih jika cintamu ternyata bertepuk sebelah tangan. Aku melewati mereka tak terasa air mataku langsung bercucuran.

***
“Nih Sar”, rifky melemparkan sebotol minuman dingin yang langsung kutangkap, kami baru saja berorasi di jalan, entah apa yang di tuntut aku tak mau tahu, kalau bukan Rifky yang memaksaku sambil membawa seekor tikus untuk mengancamku, karena aku takut sekali dengan hewan itu. Aku tidak mungkin rela berpanas – panas ria sambil mengacung – acungkan papan yang aku sendiri tidak tahu apa isi tulisannya.
“Jangan cemberut gitu donk Sar, cepet tua loh” Goda Rifky.
Aku diam, dengan kesal melemparkan papan orasi yang tadi ku acung – acungkan
“Iya deh Sar, sory gua udah maksa – maksa loe, orangnya dikit sih, jadi gue butuh loe buat meramaikan orasinya”
“Jalanan sampai macet tahu gak saking banyaknya orang yang demo, Sedikit dari mana tuh?” Sindirku.
Rifky nyengir dan menggaruk – garukan kepalanya. “He.. iya sih, sebenernya biar gue ada temennya juga. Habis gak ada yang mau sih gue ajakin” Ia mengakui. Aku menghela nafas kesal. Rifky buru – buru meneruskan. “Sory deh Sar, buat nebus kesalahan gue, loe gue traktir deh ya..”
“Gak laper”, Tepat saat perutku bergaung dengan keras. Nih perut emang susah di ajak kompromi. Rifky tersenyum menahan tawa.
Aku berbalik menyambar tasku dan pergi namun Rifky buru – buru menyergahku dan merentangkan kedua tangannya. “Aduh Sar, jangan marah gitu donk, gue jadi gak enak nih.”
“Sebenernya apa sih masalah loe Ky?”. Tuntuku memandangnya dengan garang, sementara Rifky mengangkat sebelah alisnya.
“Akhir – akhir ini loe seperti ngerjain gue tahu ga?, mulai dari loe milih gue jadi ketua padahal gue orangnya canggung banget, berulangkali merevisi proposal yang bahkan belum loe chek, maksa gue ikutan diklat di luar kota, dan sagala macem yang laen, maksud loe apa sih ky?”. Runtutku hampir teriak. Rifky terdiam, aku langsung berlari meninggalkannya. Tak tahan memandang wajahnya yang terpukul.
“Sari tunggu!!”, rifky berlari mengejarku, ia menyambar tanganku memaksaku berhenti, aku memelototinya.
“Sar, jujur gue gak ada maksud seperti itu sama loe, gue milih loe jadi ketua karena memang gue percaya loe itu mampu, Cuma aja loe gak sadar sama kemampuan loe sendiri.” Aku tetap memandangnya garang, cengkramannya mengendor aku menarik tanganku.
“Gue gak tahu deh Ky, ucapan loe itu bener atau gak, karena gue merasa gue di manfaatkan sama loe”. Rifky menggeleng kuat.
“Gak Sar, sumpah, gue gak manfaatin loe, gue akui sih gue emang sedikit ngerjain loe, coz loe itu orangnya lucu, gue suka liat ekspresi loe yang cemberut tiap kali gue suruh loe melakukan hal yang loe gak suka”.
“Emang gue badut”. Gumamku. Rifky tertawa tapi langsung terdiam begitu melihat expresi galakku. Tiba – tiba saja wajahnya menjadi serius dan ada gurat malu di raut wajahnya, jarang sekali aku melihat Rifky yang penuh percaya diri berubah menjadi pemalu seperti ini.
“Loe tahu kenapa gue selalu maksa loe ikut kegiatan gue?”. Tanyanya.
“Biar loe ada temennya, temen yang bisa loe kerjain”. Jawabku skeptis.
“Bukan itu” Sanggah Rifky, sedikit tertunduk dia meneruskan. “Karena gue seneng kalau loe ada bersama gue, gue sendiri gak tahu kenapa begitu”.
Aku tidak menyangka Rifky berkata seperti itu di hadapanku. Hatiku seakan di penuhi bunga - bunga yang bermekaran (agak berlebihan sih, tapi namanya juga cinta, iya gak ). Namun aku jadi teringat pada seseorang yang langsung membuat hatiku tercekat. “Lalu bagaimana dengan Desi”.
“ Loe itu memang miss telat ya”. Rifky tersenyum. “Semua anak kampus juga tahu kalau gue sudah lama putus dengan dia”.
“Gue juga tahu”. Ucapku kesal. “Tapi gue sempet lihat Desi datang ke kampus dan bicara sama loe, gue kira loe balikan lagi sama dia. Lagipula sebagai sobat loe gue tahu perasaan sayang lo ke dia itu besar banget.”
“Ya, dia memang minta balikan lagi, tapi gue sudah bisa merelakan dia, bagi gue sekarang dia Cuma temen biasa gak lebih. Lagipula…” Rifky memandangku dan menggenggam kedua tanganku. “Kau sudah membuat langkahku lebih ringan dengan melepaskannya, aku baru sadar kenapa setiap ada kau aku tak pernah bisa berhenti tersenyum, kau membuat duniaku yang kaku dan penuh rutinitas menjadi lebih berwarna.”
OH..GOD… Aku pasti bermimpi saat ini, mendengar ucapannya yang bukan lagi meng”gue”kan, benar – benar membuatku melayang. Tolong… aku butuh oksigen !!!
“I Love U”. kami bersamaan mengucapkannya. Diiringi dengan bunyi keruyukan perutku yang volumenya semakin keras saja.
GUBRAK!!! Lapar membuat suasana romantis jadi hancur berantakan. Dan cerita pun berakhir.

Pengikut